teori belajar DESKRIPTIF DAN PRESKRIPTIF dll

BAB I

TEORI BELAJAR DESKRIPTIF DAN PRESKRIPTIF

 

Teori belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya menjelaskan proses belajar, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal.

Adapun contoh teori  deskriptif yaitu :

Jika membuat rangkuman tentang isi buku teks yang dibaca, maka retensi terhadap isi buku teks itu akan lebih baik.

Adapun Teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. itulah sebabnya, variabel yang diamati dalam teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan.

Adapun contoh nya yaitu Agar dapat mengingat isi buku teks yang dibaca secara lebih baik, maka bacalah isi buku tersebut berulang-ulang dan buatlah rangkumannya.

Ada beberapa pendapat teori belajar deskriptif dan preskriptif menurut :

  • Menurut Bruner

Teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.

  • Menurut Reigeluth

Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk

mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untk memberikan hasil.

  • Bruner (1964)

diakui oleh kalangan instructional theorist sebagai peletak dasar pengembang teori-teori pembelajaran, di samping Skinner (1954) dan Ausubel (1968).  Bruner (1964) membuat pembedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif. Teori belajar mendeskripsikan adanya proses belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal yang dapat mempermudah proses belajar.

  • Simon (dalam Degeng, 1989)

mengemukakan perbedaan serupa dengan memaparkan persamaan karakteristik dari ”a prescriptive science” dan membandingkan dengan karakteristik dari ”a descriptive science”. Dalam kerangka ini nyata sekali bahwa teori pembelajaran termasuk teori preskriptif yang berpasangan dengan teori belajar yang termasuk teori deskriptif.

Dalam ilmu preskriptif terlibat tiga jenis profesi, yaitu:

  1. ilmuwan
  2. teknolog dan
  3. teknisi.

Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada ”bagaimana seseorang belajar”. Sebaliknya teori pembelajaran menaruh pehatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk belajar. Teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel.

Pembedaan teori belajar (deskriptif) dan pembelajaran (preskriptif)  dikembangkan oleh Bruner, lebih lanjut oleh Reigeluth (1983), Gropper (1983), dan Landa (1983). Menurut Reigeluth (dalam Degeng 1989) teori-teori dan prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Dengan kata lain kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung.

Sebaliknya dalam teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang preskriptif menempatkan kondisi dan hasil sebagai givens sedangkan metode yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang bisa diamati. Jadi metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free (Reigeluth, 1983). Artinya teori pembelajaran preskriptif adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memerikan hasil.

v  TEORI DESKRIPTIF DAN PERSPEKTIF

Untuk membedakan antara teori belajar dan teori pembelajaran bisa diamati dari posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau perspektif. Bruner (dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan aantara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. (C.Asri Budiningsih,2004). Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa upaya dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth.teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar sebagai varibael yang diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung. Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pem,belajaran deskriptif, variable yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi. Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologi dalam diri siswa.

Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.

  • KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPTIF DAN PRESPEKTIF
  1. kelebihan teori belajar deskriptif yaitu  lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas.
  2. Kekuragan teori belajar deskiptif yaitu kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
  3. Kelebihan teori belajar prespektif yaitu lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas. banyak member motivasi agar terjadi proses belajar mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
  4. Kekurangan teori belajar prespektif yaitu membutuhkan waktu cukup lama.

 

 

 

BAB II

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

1.1 Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik

a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.

b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.

c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.

d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.

e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

1.2 Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik

Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni

1. mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)

2. mementingkan bagian-bagian (elentaristis)

3. mementingkan peranan reaksi (respon)

4. mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar

5. mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu

6. mementingkan pembentukan kebiasaan.

7. ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.

 

1.3 Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

1.4 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme

Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.

Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme

  1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
  2. a.      Teori belajar kondisioning klasik (clasical conditing)

Adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.

Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

  1. Edward Lee Throndike

Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.

Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

  1. Burrhus Frederic Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Operant Conditioning adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

  1. Edwin R Gutrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

  1. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

  1. Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Kelemahan Teori Behavioristik

a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati

b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri

c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif

d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat

e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar

Kelebihan Teori Behavioristik

Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.

BAB III

TEORI BELAJAR KOGNITIF

Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.

Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.

Teori ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Karakteristik :

a) Belajar adalah proses mental bukan behavioral

b) Siswa aktif sebagai penyadur

c) Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif

d) Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus

e) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan

f) Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.

Beberapa tokoh dalam aliran kognitivisme

  1.  Teori Gestalt dari Wertheimer dkk

Menekankan pada kebermaknaan dan pengertian sehingga tidak menimbulkan ambiguitas dalam proses pembelajaran.

  1. Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

  1. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

  1. Teori Belajar Sosial Bandura

Bandura mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang,paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang,mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.

  1.  Pengolahan Informasi Norman

Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah diketahuinya, yang dalam teorinya di sebut learning by analogy. Pengajaran yang efektif memerlukan guru yang mengetahui struktur kognitif siswa.

BAB IV

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

  1. A.    Pengertian dan Tujuan Konstruktivistik

Teori kostruktivistik merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori gestalt. Perbedaanya : pada gestalt permasalahan yang dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada konstruktivistik permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi oleh siswa. Teori ini sangat terpecaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadpinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidupyang berbudaya modern

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teoriyang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi oranglain Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lainyang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

  • Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
  • Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
  • Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
  • Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
  • Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Ciri-ciri pembelajaran Secara Konstruktivistik

  • Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
  • Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  • Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
  • Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar s esuatu idea
  • Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomimurid
  • Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
  • Menganggap pembel ajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran Menggalakkan proses inkuirimurid mel alui kajian dan eks perimen.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme

Kelebihan

  • Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
  • Faham : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
  • Ingat : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
  • Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
  • Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

Kelemahan

  • Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

Menurut John dewey (1856-1952)

Sebagai filosof dan banyak menulis mengenai pendidikan, John Dewey dikenal sebagai bapak Konstruktivisme dan Discovery Learning. Ia mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintergrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa dalam konteks pengalaman sosial.

Kesadaran sosial menjadi tujuan dari semua pendidikan. Belajar membutuhkan keterlibatan siswa dan kerjasama tim dalam mengerjakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator, mengambil bagian sebagai anggota kelompok dan diadakan kegiatan diskusi dan reviu teman. John Dewey juga menyarankan penggunaan media teknologi sebagai sarana belajar. Konsep John Dewwey ini sudah banyak dipakai Indonesia untuk pembelajaran di perguruan tinggi.

Menurut Jean Piaget (1896-1980)

Piaget menjadi tokoh yang disegani karena pikiran dan idenya yang orisinil mengenai cara berpikir anak dan konseptualisasi tahapan pengembangan berpikir anak. Ide Piaget digunakan untuk merancang kurikulum TK dan SD atau tontonan televisi terkenal untuk pendidikan anak.

Menurut Piaget, pengamatan sangat penting dan menjadi dasar dalam menuntun proses berpikir anak, berbeda dengan perbuatan melihat yang hanya melibatkan mata, pengamatan melibatkan seluruh indra, menyimpan kesan lebih lama dan menimbulkan sensasi yang membekas pada siswa. Oleh karena itu dalam belajar diupayakan siswa harus mengalami sendiri dan terlibat langsung sacara realistik dengan obyek yang dipelajarinya. Belajar harus bersifat aktif dan sosial.

Tahap perkembangan berpikir individu menurut Piaget melalui empat stadium yaitu :

  1. Sensorikmotorik (0-2 tahun)
  2. Praoperasioanl (2-7 tahun)
  3. Operational kongkrit (7-11 tahun)
  4. Operational formal (12-15 tahun)

Piaget menyakini bahwa belajat adalah proses regulasi diri dan anak akan menciptakan sendiri sensasi perasaan mereka terhadap realitas.

Menurut Piaget, pikran manusia mempunyai struktur yang dsebut skema (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan menkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Proses belajar sesungguhnya terdiri dari 3 tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).

  • Asimilasi merupakan proses penyatuan atau pengintergrasian informasi baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak siswa.
  • Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang baru. Proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapar secara langsung diasimilasikan pada skema tersebut.
  • Disequilibriun dan Equilibrium yaitu penyesuaiaan berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Implikasi padangan Piaget dalam praktek pembelajaran adalah bahwa guru hendaknya menyesuaikan proses pembelajaran yang dilakukan dengan tahapan-tahapan kognitif yang dimiliki anak didik. Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan kesulitan dalam mencapat tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Menurut Jerome Brunner (1915- )

Menurut Brunner, belajar adalah proses yeng bersifat aktif terkait dengan ide Discovery Learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan menyelanggarakan eksperimen. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan mengkostruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.

Teorinya yang diadaptasi dari tahapan perkembangan kognitif Piaget mempertajam konsep pendidikan usia dini. Brunner mengemukakan bahwa proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi pelajaran dan bukan ditrentukan oleh umur seseorang seperti yag telah dikemukakan oleh Piaget.

Brunner menjelaskan perkembangan dalam tiga tahap, yaitu :

  1. Enaktif (0-3 tahun) yaitu pemahaman anak dicapai melalui eksplorasi dirinya sendiri dan manipulasi fisik-motorik melalui pengalaman tersebut.
  2. Ikonik (3-8 tahun) yaitu anak menyadari sesuatu ada secara mandiri melalui image atau gambar yang kongkret bukan abstrak.
  3. Simbolik ( >8 tahun) yaitu anak sudah memahami simbol-simbol dan konsep seperti bahasa dan angka sebagai representasi simbol.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembelajaran adalah :

  1. Guru harus bertindak sebagai fasilitator, mengecek pengetahuan yang dipunyai siswa sebelumnya, menyediakan sumber-sumber belajar dan menanyakan pertanyaan yang bersifat terbuka.
  2. Siswa membangun pemaknanya melalui eksplorasi, manipulasi dan berpikir.
  3. Penggunaan teknologi dalam pengajaran, siswa sebaiknya melihat begaimana tersebut bekerja daripada hanya sekedar diceritakan oleh guru.

Teori belajar ini sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri yang disebut bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan). Disamping itu, karena teori ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan sehingga design yang berulang-ulang tersebut disebut sebagai kurikulum spiral Brunner. Kurikulum ini menurut guru untuk memberi materi perkuliahan setahap demi setahap dari yang sederhana sampai yang kompleks dimana suatu materi yanag sudah sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga tak terasa siswa telah mempelajari ilmu pengetahuan secara utuh.

BAB V

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

A.  Pengertian Teori Belajar Humanistik.

Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.

B. Ciri-ciri Teori Humanisme

Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.

 C. Tokoh Humanisme

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :

1. Arthur Combs (1912-1999)

Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.

Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

2. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3. Carl Roger

Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.

Bagaimana proses belajar dapat terjadi  menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.

Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.

Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

D. Aplikasi dan Implikasi Humanisme

a. Aplikasi

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

  1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
  6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

b. Implikasi

v  Guru Sebagai Fasilitator

Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok

7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

  1. Merespon perasaan siswa
  2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  4. Menghargai siswa
  5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
  7. Tersenyum pada siswa

BAB VI

TEORI BELAJAR SIBERNETIK

A. PENGERTIAN TEORI SIBERNETIK

Teori sibernetik merupakan salah satu teori belajar. Pengertian teori sibernetik sendiri adalah teori belajar yang mengutamakan proses informasi. Teori sibernetik mempunyai persamaan dengan teori kognitif, yaitu lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Hanya saja sistem informasi yang akan dipelajari siswa lebih dipentingkan. memiliki arah dan tujuan yang jelas.banyak member motivasi agar terjadi proses belajar.mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.

Menurut teori sibernetik tidak ada cara belajar yang sempurna untuk segala kondisi karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Ada tiga tahap roses pengolahan informasi dalam ingatan, yakni dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).

Komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen ter-sebut adalah :

  1. Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk as-linya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
  2. Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memi-liki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam ben-tuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi ka-pasitas disamping melakukan pengulangan.
  3. Long Term Memory (LTM) diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, 3) sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah ter-hapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diper-lukan.

Teori sibernetik mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses in-ternal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :

  1. Menarik perhatian
  2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
  3.  Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
  4. Menyajikan bahan peransang.
  5. Memberikan bimbingan belajar.
  6. Mendorong unjuk kerja
  7. Memberikan balikan informative.
  8. Menilai unjuk kerja.
  9. Meningkatkan retensi dan alih belajar

Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama, disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.
Ahli lain yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik. Pask dan Scott membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cenderung mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan siswa dengan tipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.

B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Sibernetik

Teori sibernetik mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori siber-netik adalah:

  1. Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
  2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
  3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
  4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dica-pai.
  5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesung-guhnya.
  6. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu.
  7. Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk ker-ja yang diharapkan.

Sedangkan kekurangan teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

C. Penerapan Teori Sibernetik Dalam Pembelajaran

Teori sibernetik merupakan teori belajar yang masih baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemrosesan informasi. Teori sibernetik lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari.Proses belajar menurut teori sibernetik akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah yang lebih teknis yaitu sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi (misalnya konsep “burung”), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyebar” (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan linier. Aplikasi teori sibernetik dalam pembelajaran dirumuskan dalam teori Gagne dan Brigss yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau pengurutan pembelajaran.

BAB VII

TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIOKULTURAL

A. Dasar Terbentuknya Teori-Kultural

Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural:
1.Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

2. Vygotsky

Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosil atau kelompoknya.

Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.

B. Konsep Teori Sosio-Kultural

Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.

a.Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b.Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)

Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat:
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.

c.Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.

Ada dua jenis mediasi, yaitu:

(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

D. APLIKASI TEORI SOSIO-KULTURAL

Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:

a.Pendidikan informal (keluarga)

Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.

b.Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
c.Pendidikan formal

Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1). Kurikulum.

Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.

2). Siswa

Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.

3). Guru

Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI SOSIO-KULTURAL
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:

1.Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang;

2.Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya;

3.Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;

4.Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;

5.Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.

BAB VIII

TEORI PEMBELAJARAN KECERDASAN GANDA

1.      TEORI KECERDASAN GANDA

Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardnerseorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dan lebih memahami tentang upaya yang perlu dilakukan oleh guru dan pendidik dalam membantu memfasilitasi pengembangan potensi individu peseta didik.

A.    Jenis-Jenis Kecerdasan

Howard Gardner (1983) mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu :

a.       Kecerdasan Bahasa

Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan arti yang kompleks. Contoh orang-orang yang memiliki kecerdasan bahasa yaitu

  • Pengarang
  • Penyair
  • Wartawan
  • Pembicara
  • Pembaca berita

b.      Kecerdasan Matematis/Logis

Kecerdasan logis matematis memungkinkan seseorang terampil dalam melakukan hitungan, penghitungan atau kuantifikasi, mengemukakan proposisi dan hipotesis dan melakukan  operasi matematis yang kompleks. Contoh – contoh orang yang memiliki kecerdasan matematis logis adalah ilmuwan, matematikawan, akuntan, insinyur, dan pemrogram komputer

c.       Kecerdasan Spasial

Orang yang memiliki kecerdasan spasial adalah orang yang memiliki kapasitas dalam berfikir secara tiga  dimensi. Contoh – contoh orang yang memiliki kecerdasan spasial  adalah pelaut, pilot, pematung, pelukis daan arsitek. Kecerdasan spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis.

d.      Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan kinestetik tubuh adalahkecerdasan yang memungkinkan seorang memanipulasi objek dan cakap melakukan akt vfRtas fisik. Contoh-contoh orang yang memiliki kecerdasan kinestetik yaitu atlet, penari, ahli bedah, dan pengrajin.

e.       Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik. Orang-orang yang memilki kecerdasan musikal yang baik antara lain ; komposer, konduktor, musisi, kritikus musik, pembuat instrumen dan orang-orang sensitif terhadap unsur suara.

f.       Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi secara fektif dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal akan dapat dilihat dari beberapa oranng seperti; guru yang sukses, pekerja sosial, aktor, politisi. Saat ini orang mulai menyadari bahwa kecerdasan interpersonal merupakan salah satu faktor yang sangat kesuksesan seseorang.

g.      Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.

h.      Kecerdasan Naturalis

Keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.

Gardner juga mengelompokkan ketujuh kecerdasan manusia menjadi tiga kelompok yaitu:

  • Kelompok kecerdasan yang terkait dengan objek (object related) noleh objek yang dihadapi.
  • Kelompok  kecerdasan bebas objek (object free) yaitu kelompok kecerdasan yang tidak dipengaruhi oleh objek, tapi dipengaruhi  oleh sistem bahasa dan musik yang didengar.
  • Kelompok kecerdasan yang dipengaruhi hubungan dengan orang lain (person related) yaitu kelompok yang bertalian dengan interksi dengan orang lain.

B.     Prinsip-prinsip Kecerdasan Ganda

Disamping kedelapan jenis Kecerdasan Dasar yang telah dikembangkan dan penjelasan teoritisnya, beberapa prinsip yang perlu dipahami tentang aplikasi dari model ini, diantaranya;

  • Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan.

Teori kecerdasan majemuk bukan alat untuk menetapkan satu kecerdasan yang sesuai dengan potensi seseorang. Teori ini lebih menjelaskan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa seseorang memilih kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut dan berjalan secara bersamaan dengan cara yang berbeda pada setiap orang.

  • Orang pada umumnya mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan tertentu. Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi secara memadai jika mendapat dukungan, pengayaan dan pengajaran-pelatihan.
  • Kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks. Gardner menunjukkan bahwa setiap kecerdasan yang telah dibahas di muka sebenarnya hanyalah rekaan, tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Kedelapan kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain.
  • Ada banyak cara untuk meningkatkan kecerdasan dalam setiap katagori. Tidak ada atribut standar yang harus dimiliki seseorang untuk dapat disebut cerdas dalam katagori tertentu. Mungkin saja seseorang tidak mampu membaca tetapi pada sisi lain mampu menyampaikan cerita yang menarik dengan kosa kata yang sangat kaya.
  • Kecerdasan majemuk menekankan keanekaragaman cara orang menunjukkan bakat baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antarkecerdasan.

C.    Kecerdasan Ganda dan Pembelajaran

Sekolah-di-rumah memungkinkan orang tua untuk merancang kegiatan harian anak-anak mereka dengan menerapkan seluruh potensi anak. Mulailah dengan mengidentifikasi dan mengenal bakat, minta dan kecenderungan anak dalam belajar (gaya belajar) dan menetapkan cara untuk mengembangkannnya. Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda, pembelajar hendaknya dipandang sebagai makhluk yang “unik” dan membutuhkan perlakuan uamh tidak sama. Anda haruis menghindari setiap upaya generalisasi terhadap mereka dengan alasan efektifitas. Alasan ini sangat mengganggu kenyaman anak dalam menggunakan cara atau metode yang mereka anggap lebih disukai.Penjelasan tentang teori kecerdasan ganda merupakan panduan yang sangat bermanfaat Bagi setiap guru atau orang tua untuk melihat kekuatan pembelajar sekaligus untuk memperbaiki situs-situs tertentu yang perlu diperbaiki. Hasil analisis akan membantu menentukan gaya belajar yang sesuai untuk berbagai kepentingan.

Pembelajaran merupakan suatu proses hubungan atau interaksi antara individu dengan lingkungan agar terjadi proses perubahan perilaku. Tujuan dari perubahan perilaku mencakup penguatan potensi kecerdasan secara menyeluruh. Belajar tidak saja mengangkat hal-hal yang bersifat kognitif saja dan mencakup kemampuan satu aspek kecerdasan, tetapi menghidupkan secara utuh dan alamiah seluruh kecerdasan melalui pendekatan dan teori belajar yang sesuai. Mendidik dan melatih merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan orang tua atau fasilitator dalam merangsang seluruh kecerdasan dan memperbaiki aspek-aspek yang masih lemah. Oleh karena itu, kemampuan mendidik sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengidentifikasi dan melihat potensi kecerdasan pembelajar serta memahami bagaimana hal itu dikumpulkan dalam suatu rangkaian belajar yang menarik. Setiap pembelajar memiliki sembilan kecerdasan dan dapat dikembangkan sampai tingkat kompetensi yang paling optimal dapat dicapai anak. Di sisi lain, masing-masing anak memiliki kecenderungan (inklinasi) terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan kemampuan hanya dalam satu katagori atau wilayah kecerdasan tertentu saja. Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang melakukan perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya.

Daftar Pustaka

Anonim.2012.”Belajar

Humanistik”.http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajarhumanistik.html.Diakses 19 oktober 2012.

Anonim.2012.”Kecerdasan ganda”.

http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/kecerdasan-interpersonal.html.Diakses

19 oktober2012.

Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo.1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Baharudin dan Esa Nur Wahyuni.2007.Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta:AR

-RUZZ MEDIA.

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali

Budiningsih, C. Asri, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Dryden, G.S. 1999. Revolusi Cara Belajar : Keajaiban Pikiran. Bandung : Kaifa

Karso, et.al.(1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.

Leave a comment